Arkeoastronomi: Kesegarisan Candi Borobudur-Candi Pawon-Candi Mendut


KOMPAS, Kamis, 10 Mei 2012 – Jika ditarik garis dari Candi Borobudur ke Candi Pawon dan Candi Mendut, ketiga candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, itu berada dalam satu garis lurus. Ketiganya berada dalam garis miring ke arah timur laut. Belum ada penjelasan pasti atas kesegarisan tiga candi Buddha ini karena ketiadaan dokumentasi tertulis tentang hal itu.

Dosen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, DS Nugrahani, Rabu (9/5), mengatakan, pembangunan setiap candi tidak dilakukan sembarangan. Ada tujuan dan konsep dasar yang melandasinya.

Pembangunan biasanya diawali dengan meditasi dan proses metafisika lain untuk menentukan lokasi candi. Ilham yang diperoleh selanjutnya diuji dengan berbagai pengetahuan yang ada untuk memastikan lokasi itu layak dibangun candi.

Pengetahuan yang digunakan untuk menguji lokasi yang ditemukan bisa disejajarkan dengan ilmu dan teknik modern yang ada saat ini. Tanah di lokasi bakal candi harus berkualitas terbaik untuk didirikan bangunan dan subur.

Salah satu pengujian yang dilakukan adalah uji porositas untuk mengetahui kestabilan tanah. Cara yang digunakan adalah dengan menggali tanah dan melihat kecepatan rembesan air di dalamnya. Adapun uji kesuburan tanah dilakukan dengan menanam biji-bijian tertentu di lokasi tersebut.

”Penentuan lokasi candi dilakukan secara holistik, menggabungkan hal-hal bersifat metafisika dan logika,” kata dia.

Menurut Nugrahani, Candi Pawon dan Mendut memang terlihat segaris jika dilihat dari Borobudur. Namun, jika mengacu pada konsep kesegarisan itu harus berorientasi pada arah mata angin, yaitu timur-barat atau utara-selatan, maka ketiga candi ini tidak segaris.

”Orientasi arah mata angin ini penting karena arah timur-barat dan utara-selatan diyakini sebagai sumbu semesta,” ujarnya.

Peneliti Planetarium dan Observatorium Jakarta, yang juga Pembina Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, Widya Sawitar, mengatakan, kesegarisan Borobudur-Pawon-Mendut ini terkait dengan tiga bintang di rasi Orion yang dinamai Alnitak-Alnilam-Mintaka.

Garis lurus yang menghubungkan Alnitak-Alnilam-Mintaka juga miring seperti garis yang menghubungkan Borobudur-Pawon-Mendut. Saat Orion berada di atas kepala, posisi kemiringan garis ketiga bintang itu mirip dengan kemiringan garis Borobudur-Pawon-Mendut.

Dalam mitologi Yunani dan Romawi, ketiga bintang itu terletak di sabuk rasi Orion, rasi yang menggambarkan seorang pemburu. Dalam khazanah Nusantara, ketiga bintang itu terletak pada sambungan antara bajak dan pegangan bajak pada lintang luku atau waluku yang digambarkan sebagai bajak sawah.

Simpulan ini, kata Widya, diperoleh berdasarkan cerita masyarakat. Belum ada pustaka yang menjelaskan persoalan kesegarisan tiga candi ini.

Analogi penggunaan posisi bintang untuk pembangunan tempat suci dapat diperoleh dari kompleks piramida di Mesir. Lokasi piramida-piramida yang ada jika dihubungkan akan membentuk susunan sebagian bintang-bintang rasi Orion. Bukan hanya tiga bintang di sabuk Orion, seperti pada Borobudur- Pawon-Mendut, tapi juga beberapa bintang terang di rasi itu.

Pembangunan bangunan-bangunan suci lain, seperti piramida bangsa Maya, Inca, dan Aztec, juga dibangun berdasarkan pergerakan dan posisi benda-benda langit.

Menurut Widya, masyarakat saat itu telah memiliki pengetahuan tentang benda-benda langit. Pengamatan dan pencermatan yang dilakukan menghasilkan penamaan dan penerapan benda-benda langit tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Jawa menggunakan lintang luku sebagai penanda musim. Kehadiran waluku di timur sesudah Matahari terbenam menunjukkan datangnya musim tanam. Jika ia terlihat di barat pada awal malam, menandakan tibanya musim kemarau.

Kesegarisan Borobudur-Pawon-Mendut dapat diperoleh dengan memproyeksikan posisi Alnitak-Alnilam-Mintaka ke Bumi. Ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan membangun patok-patok penanda lokasi antarcandi.

”Ini menunjukkan penguasaan masyarakat saat itu dalam ilmu geometri sangat tinggi,” kata Widya.


Selaras

Nugrahani mengatakan, selama ini, pembangunan candi dan bangunan suci lain didasarkan atas keselarasan antara faktor makrokosmos yang bersumber dari alam semesta dan faktor mikrokosmos yang bersifat insaniah.

Sumber: N.J. Krom, Borobudur: An Archaeological Description

Meski belum ada bukti kuat yang menunjukkan kesegarisan tiga candi ini terkait dengan tiga bintang segaris di rasi Orion, Nugrahani yakin banyak pengetahuan di Borobudur yang belum tergali. ”Borobudur itu ibarat textbook (buku pelajaran) yang bisa digali dari ragam ilmu apa pun,” katanya.

Selain arkeologi dan astronomi, Borobudur menyimpan pengetahuan teknik bangunan, pengangkutan batuan dari sungai ke lokasi candi, hingga manajemen ribuan pekerja yang terlibat.

”Pengetahuan inilah yang perlu terus digali dan diwariskan ke generasi mendatang,” kata Nugrahani.

Posted by Unknown on 01.14. Filed under � . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0

0 komentar for Arkeoastronomi: Kesegarisan Candi Borobudur-Candi Pawon-Candi Mendut

Leave comment

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner


TERPOPULER

Pengikut

2010 putridumai.blogspot.com. All Rights Reserved. - Designed by Putri Dumai